LIFESTYLE | Dari Petikemas jadi Emas

Interior di restoran dari kontainer Container Grill, Serpong,

HilariusJourney.wordpress.comMENYULAP peti kemas menjadi bangunan multifungsi bukan perkara sulit, tetapi juga tidak gampang. Mereka bergelut dengan bahan yang sudah siap secara bentuk, tetapi perlu perlakuan ekstra. Keterampilan dan kreativitas para pembuatnya ditantang hingga ke titik maksimal untuk mengubah peti kemas panas menjadi nyaman dipakai.

SEJUMLAH pekerja tampak sibuk mengelas, mendempul, dan memotong beberapa bagian tertentu dari sebuah peti kemas bekas di salah satu depo di Kawasan Berikat dan Logistik Nusantara Marunda, Jakarta Utara, Kamis (23/2) siang. Sambil mengawasi pekerjaan para anak buahnya, Henry Gondo Saputro, pimpinan salah satu perusahaan produsen kantor peti kemas ( container office) atau juga disebut fortaken, mengecek persiapan akhir pengiriman salah satu unit yang telah selesai dikerjakan. ”Biasanya paling lama satu unit kantor peti kemas ukuran 20 feet (2,5 x 6 meter) selesai dikerjakan sekitar seminggu, mulai dari bahan baku hingga pengecatan akhir. Soal rancangan ruang biasanya tergantung permintaan,” ujar Henry. Henry sudah lima tahun terakhir menjalankan bisnis pembuatan kantor peti kemas itu. Sebagai produsen, dia biasa melayani sedikitnya 10 perusahaan perantara yang memasarkan dan mencari klien. Dengan demikian, dia bisa lebih fokus mengerjakan pesanan. Biasanya, perusahaan-perusahaan perantara tadi juga sudah punya pelanggan masing-masing. ”Saya prinsipnya asal ada uang muka 30-50 persen, rancangan pesanan klien maunya seperti apa, langsung kami kerjakan. Intinya kalau sudah jadi dan keluar dari sini (depo) barang sudah lunas,” ujar Henry, yang menolak nama perusahaannya disebut dalam tulisan ini. Setiap bulan rata-rata perusahaan Henry mampu memproduksi maksimal 15-20 unit fortaken. Demi menjaga kualitas dan mutu, mereka menetapkan hanya memproduksi rata-rata 10 unit per bulan. Para pengguna akhir produk fortaken buatannya sangat beragam, kebanyakan perusahaan-perusahaan tambang dalam dan luar negeri. Selain untuk kantor lapangan, fortaken biasa dipakai sebagai tempat tinggal sementara pekerja tambang. Untuk keperluan bedeng tempat tinggal, fortaken dilengkapi dengan pendingin udara, lemari barang pribadi, tempat tidur, wastafel, dan kamar mandi atau toilet. Selain membuat fortaken untuk kantor lapangan, Henry juga memproduksi kantor peti kemas untuk pos satuan pengamanan, toko waralaba, dan kafe. Meski demikian, tidak semua permintaan klien bisa terpenuhi. Semakin rumit desain dan permintaan pesanan yang diajukan atau semakin mahal material yang diinginkan, tentu saja harga per unit akan semakin mahal. Rentang harga fortaken buatan depo Henry sekitar Rp 35 juta hingga Rp 100 juta per unit. Bahan bakunya berkisar Rp 12 juta untuk peti kemas bekas ukuran 20 feet dan di atas Rp 20 juta untuk ukuran 40 feet. Harga itu belum termasuk ongkos pengiriman ke lokasi pemesan yang terbilang mahal karena harus menyewa truk tronton dan forklift atau crane.

Cepat dan praktis

Edi Suwarno, pekerja vendor yang tengah menggarap peti kemas di Serpong, menuturkan hal serupa. ”Garap ruangan kayak begini cepat. Lima hari juga kelar. Kalau bangunan dari bata biasa, mungkin butuh dua minggu baru selesai,” ungkapnya. Dia sibuk memasang pipa di bagian depan ruangan bercat abu-abu. Ke dalam pipa berdiameter kecil itu nantinya akan diulurkan kabel listrik yang di- hubungkan dengan lampu-lampu di dalam dan luar ruangan. Ini proses akhir dari penggarapan ruangan kantor yang digarapnya. Ia bekerja untuk vendor di bawah sebuah perusahaan konstruksi. Cepat dan praktis adalah salah satu kemudahan yang ditawarkan bangunan dari peti kemas. Menurut Edi, untuk satu ruangan dari peti kemas berukuran sekitar 15 meter persegi hanya dibutuhkan lima hari kerja dengan tenaga enam orang. Pengerjaan bisa dilakukan di segala cuaca. ”Kalau hujan, kita tetap bisa kerja. Garap bagian dalam,” katanya. Proses menyulap peti kemas menjadi ruangan biasanya dimulai dengan melubangi dinding kontainer untuk jendela dan pintu. Setelah itu melapisi bagian dalam dinding dengan peredam panas, melapisinya kembali dengan tripleks, lalu sebagian ada yang menutupnya dengan kayu atau vinyl yang berpenampilan menarik. Bagian luar peti kemas harus dicat dengan cat anti karat. Terpaan panas dan hujan akanmembuat material kontainer yang terbuat dari besi baja akan cepat berkarat. Jika sudah begitu, dinding atau atap peti kemas akan bocor, bahkan jebol. Biaya menyulap peti kemas menjadi ruangan bervariasi tergantung bahan-bahan pendukung yang digunakan dan tingkat kenyamanan yang diinginkan. Menurut Edi, untuk membuat ruangan standar dari peti kemas berukuran 15 meter persegi, dengan dinding berperedam panas berlapis vinyl dan lantai semen yang dilapis vinyl, hanya dibutuhkan biaya Rp 30 juta. Peti kemas bekas dengan kondisi 70-95 persen diperoleh dengan harga Rp 15 juta-Rp 20 juta per unit. Fondasi tidak perlu dalam jika hanya akan diletakkan satu peti kemas. ”Cukup 50 cm, kalau sampai dua tingkat, ya, 1 meter cukup,” kata Edi. Di Sekolah Master, Kota Depok, bangunan disusun menjadi tiga lantai sehingga dibuatkan paku bumi sedalam 10-15meter dan fondasi cakar ayam sedalam 2 meter. Antarkontainer dikaitkan atau dilas agar tidak bergeser. ”Pada dasarnya, peti kemas sudah anti gempa dan anti api,” kata Nurrohim, pendiri Sekolah Master. Biaya semakin mahal jika mengejar kenyamanan, seperti di The Container Grill, restoran makanan Barat di Gading Serpong, Tangerang. Bahan peredam panasnya saja sudah menghabiskan Rp 22 juta untuk peti kemas berukuran 15 meter persegi. ”Kami tidak mau mengorbankan kenyamanan pengunjung. Peti kemas ini sifatnya kalau siang panas sekali, kalau malam hari dingin karena material besi bajanya itu,” kata Verdian Nizarwan, Manager Store The Container Grill.

Titik beban

Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi menyebutkan, ada setidaknya 9 juta peti kemas domestik dan ekspor yang beredar di Indonesia selama setahun. ”Karena peti kemas ada masa pakainya, tentu ada peti kemas yang habis masa pakai atau yang rusak. Jumlahnya bisa mencapai sekitar 7.000 unit per tahun. Ini yang bisa dimanfaatkan banyak pihak untuk membuat tempat usaha,” katanya. Ada dua kemungkinan nasib peti kemas yang sudah habis masa pakai atau rusak, yakni dihancurkan atau direnovasi untuk keperluan lain. Yukki menambahkan, beberapa tahun belakangan ini semakin banyak pihak yang memanfaatkan untuk usaha baru. Arsitek Budi mengungkapkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika hendak memanfaatkan peti kemas sebagai bangunan. Jika ingin mencari bentuk unik dengan menumpuk peti kemas dengan cara tidak biasa, harus diperhatikan titik-titik beban saat menyusun. ”Susunan konvensional dengan menyusun ke atas sama persis sudah pasti paling aman. Tetapi, dari sisi arsitektur, jika ingin mencari bentuk yang unik dan dinamis, misalnya dengan menumpuk silang, harus benar-benar dihitung titik silang dan titik bebannya agar kekuatannya merata,” ungkap Budi, yang memiliki tiga proyek bangunan peti kemas untuk kantor di Bandung. Kelebihan bangunan dari kontainer adalah pengerjaannya yang relatif cepat. Untuk bangunan tanpa banyak ornamen, menurut Budi, setidaknya bisa lebih cepat separuh dari bangunan biasa dengan luasan lama. Sementara jika memiliki tingkat kerumitan lebih tinggi pun, bisa lebih hemat waktu pengerjaan 30 persen. Bangunan peti kemas juga bisa dipindahkan, ditata ulang, dan dimanfaatkan jika sudah tidak digunakan dalam bentuk lama. Sebab, materialnya tahan lama. Jika perawatan bagus, umur peti kemas bisa awet setidaknya 20 tahun. ”Kalau bangunan biasa sudah tidak kita mau pakai, harus dirobohkan atau diratakan. Tetapi, kalau peti kemas, masih bisa kita manfaatkan dan set ulang,” kata Budi. Tentu saja bangunan dari peti kemas memiliki kelemahan, yakni panas dan dimensi yang terbatas. Namun, keterbatasan ini justru menimbulkan tantangan bagi perancangnya. [*/hilariusjourney.wordpress.com | Sumber: harian Kompas edisi 26 Februari 2017, di halaman 17 dengan judul “Dari Peti Kemas jadi Emas”. | Oleh : SRI REJEKI|WISNU DEWABRATA|FRANSISCA ROMANA]

AUSSIE COUPLE BUILDS OFF-GRID MOBILE HOME WITH 2 CONTAINERS

Leave a comment